Sajak-Sajak Meita.J.Pangandaheng,S.Pd.M.M.

 

Meita Jeane Pangandaheng, SPD.MM. (foto dok.Istimewa)

Selamat Pagi Asa

Pagi akan selalu datang
tak peduli dengan matahari atau tidak
yang pasti dengan harapan

Pun malam pasti menyapa
entah bersama bulan bintang
atau tidak, tetapi bisa bersama mimpi

Detik menit melaju
tiada kompromi fakta pun
perubahan, entah senang pun
susah

Laut sesekali diam simpan asa
paling dalam di dasarnya
demikian langit yang tak
tersentuh impian

Aku di sini dengan asa
membaca rindu di ruang waktu
sesekali menulisnya rapi 
di ujung tatap

Aksara menggunung
melanglang buana sentuh
seribu panorama
melayang nikmat indah cerita
cinta

Sementara tapak-tapak nafas
tak pernah tahu dengan esok
meski kemarin adalah jejak
berurai
--------
Bitung, 080624


Suara Hati Sang Ibu

Nak,
kamu harus tahu kalau hidup itu berjalan, tak diam
apalagi mati dan tak berbekas

Di loronglorong waktu, ia merayapi hati, pikir,
lalu berlari mengejar ujung zaman, dengan asa
membungkus raga

Nak,
kamu adalah pejuang masa depan, wajib punya ilmu,
bekal perjalanan, di batas yang entah.

Ibu tak punya harta, tapi akan mendandanimu
dengan cinta yang tulus penuh kebajikan
akan memolesmu dengan kelembutan akhlak,
berharap jiwamu terbang tinggi seperti Rajawali,
tegas meski di tantang dunia.

Nak,
tahukah kamu kalau dunia ini begitu kejam bagi 
orang yang tak punya, apalagi yang miskin ilmu.

Jadi, ibu tak ingin membaca cerita buruk
di lembaran hidupmu.
Ayo semangat anakku.

Buka mata, buka hatimu, serta lihatlah cahaya
masa depan di sana, bersinar, seperti memanggilmu
ke sana.

Jangan sia-siakan waktu anakku.
Ilmumu, masa depanmu.
akhlakmu, kehidupanmu
jadilah terang, biar kau bersinar bagi dunia.
Doa ibu selalu bersamamu anakku.
---------
Bitung, 28.05.21
di kutip dari Antologi Puisi Perempuan


Rindu Yang Hidup

Di jendela asa ku menatap zaman,
mengurai rasa di bentangan logika.

Peluk semusim hidup yang terkubur virus,
gugurkan jumpa,
matikan suara pembelajaran.

Sementara buah-buah ilmu belum matang,
di ranting-ranting layu hilang sentuhan.
Dan waktu terus gulirkan asa, melalju,
mengejar zaman, rindu peluk peradaban.

Antara aku dan mereka anak-anak zaman,
hanya ada hasrat untuk ciptakan pilar buat Ibu
Pertiwi.
------------
Bitung, 28.05.21
di kutip dari Antologi Puisi Perempuan

"Perempuan" Digital Art, Arie Tulus 2023

Ketika Zaman Buncah

Di langit-langit zaman aku membaca buncah,
tentang hidup dan sebauh kepastian yang goyah.

Senyum,
tawa,
tapi juga tangis beraduk di secangkir diam,
membayang buramnya fakta,
mencari celah bebas, demi helaan napas.

Peradaban tertatih,
menapaki wakti yang tak diam,
luluh oleh kekejaman virus,
rombak tatanan hidup dunia.

pendidikan layu,
pun pariwisata cacat,
meskipun hidup dibentangan zaman,
terapit logika dan kemisteriusan Ilahi.

Dan aku,
sesosok perempuan,
hanya punya hati,
mencinta nilai peradaban,
berhasrat peluk akhlak
di kehidupan anak-anak zaman.

Sembari mengurai berbait doa tulus
untuk Ibu Pertiwi,
Aku khusyuk dalam meditasi diri
tanda cintaku pada bumiku.
-------
Bitung, 29.05.21
di kutip dari Antologi Puisi Perempuan


Di Sudut Zaman

Membola pikir lindas setiap jalan waktu, sekedar
mencari asa yang terlempar jauh di ujung hasrat,
imbangi segenap musim hidup yang kadang terseret
rasa, jauh lampaui logika.

Sementara keperempuananku diuji oleh zaman
kaku, seperti ingin menyudahi babak kisah, lalu
memulai lagi, susuri loronglorong musim tak
bertepi.
hanya tentang rasa, terlentang di antara ruang
sesak mimpi, coba membuka jalan napas, raih
beralur cerita indah, sembari mengurai asa hiasi
sisasisa masa yang misteri.

Aku dan dunia adalah ruang, tempat singgah segala
zaman yang tak bisa merampas cinta dan asa, dari bilik
hati terdalam.
---------
Bitung, 31.05.21
di kutip dari Antologi Puisi Perempuan


Perempuan di Seruang Malam

Perempuan,
tahukah kamu dengan hakekat dirimu?
Sadarkah kamu dengan jati dirimu?
Kau adalah cahaya, meski di gelap dunia.

intamu,
kelembutanku,
kasihmu yang tiada batas bagi anakanak, buah
cintamu,
tak ternilaioleh apapun,
Kau bersinar dengan paras keibuanmu,
penuh rasa tuk membangun dan menyambung hidup
keluargamu.

Namun terkadang,
dunia buta dan tulis dengan kehadiranmu,
sehingga memperlakukanmu tak adil,
padahal kau dan dia lelaki, sama keberadaannya,
ingin hidup dan diakui.

Dunia terkadang sulit mengakui keuatanmu,
lupa, jika semua anak zanak terlahir dari
rahimmu
Dunia seperti lupa pada setetes air susu
pertamamu yang paling ditunggui, demi sebuah 
hidup anakanak zaman.

Perempuan,
tetaplah tersenyum meski terkadang anak-anakmu
lupa menghargaimu.
tetaplah tegar meski terkadang
kau tak menerima balasan cinta dari orang-orang
yang kau kasihi.

Membumilah bersama setiap musim hidup yang tak 
kau duga.
Angkat wajahmu, jangan biarkan kekerasan dunia
memadamkan asa juangmu.

Hidup sebentar saja,
nikmati dengan cinta dan senyuman.
Aku perempuan.
Bangga jadi perempuan, jadi nama buat buah-buah
cintaku.

Dan kau...?
---------
Bitung, 31.05.21
di kutip dari Antologi Puisi Perempuan



*Meita Jeane Pangandaheng, S.Pd.M.M.
Adalah seorang Guru Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara di Sekolah Dasar GMIM Winenet Bitung, sulawesi Utara. Lahir pada tanggal 3 Maret 1972 di Kota Bitung. Ibu dari Grandy Valentino, Bella Mayora, dan Bian Majesti ini selain rajin menulis puisi, iapun punya  kegemaran menyanyi dan mencipta lagu lagu rohani. Sudah dua album lagi rohani yang ia wujudkan.

Mantan penyiar di beberapa Radio Swasta yang ada di kota Cakalang Bitung, dan Manado ini, sudah menulis dan menerbitkan 4 Buku Puisi yakni: 1) Jejak Kisan dan Kenangan (2016), 2) Meraih Hasrat Musim (2017), 3) Wanita dan Aksara (2019), 4) Catatan Waktu (2021). Selain itu, puisi-puisinya juga diterbitkan juga pada bebrapa buku Antologi Puisi Bersama: 1) My First Love (2020), 2) Reda Setalah Badai (2020), 3) Penyair Membaca Ibu (2021), 4) Penyair Membaca Ibu (2021), 5) Para Penuai Makna (2021), 6) Perempuan, (2021), 7) Puisi Untuk Bumi (2021), 8) Penyair Membaca Indonesia (2022), 9) Larung Sastra (2023).

----
Editor : Arie Tulus.@2023

Posting Komentar

0 Komentar