1
"ITO"
Entah siapakah dia yang pertama-tama dapat inspirasi memunculkan nama ini. Ito’, begitu sebutannya. Sebuah julukan yang begitu cepat menjalar dikalangan anak-anak SPG Kristen kuranga sampai sekolah guru ini mati dibunuh akibat berbagai kebijakan pemerintah mengatasnamakan demi peningkatan mutu pendidikan.
Kemungkinan besar julukan ini sudah cukup lama ada, sehingga sampai detik inipun ketika para alumni ketemu di jalan atau melakukan pertemuan secara resmi, pasti teringat si Ito’, bahkan menjadi sebuah kenangan indah bagaimana peran Ito’ terhadap berbagai keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai oleh anak-anak yang pernah mendapatkan bimbingan dan pengalaman belajar sekaligus didikannya.
Maaf, sekali lagi maaf beribu-ribu maaf, terutama kepada Ito’. Lebih baik di jelaskan saja, bahwa sebenarnya Julukan Ito’ tidak lain sebagai nama yang dibaptiskan secara spontan, pun secara diam-diam kepada yang terhormat Bapak Drs. A.Lagare, Kepala Sekolah yang juga bertugas sebagai pengawas asrama tanpa diketahuinya. Dan memang tak ada satu binongkolpun yang begitu berani secara terang-terangan memanggilnya Ito’, sama beraninya memanggil seorang kawan. Seperti misalnya; ”Halo Ito’? ”Mau kemana Ito’ ? ”Selamat Sore Ito’ ! ”Ito’ sudah makan ?” . Atau begitu berani bermohon begini; ”Ito’, minta izin mo pulang kampung !” Sungguh..., tidak ada yang berani.
Ente juga boleh tanya siapa-siapa yang berani berkata dan memanggilnya Ito’ tepat di depan hidung Ito’ ? Sekali lagi tidak ada yang berani. Ente boleh bayangkan suasana apa yang akan terjadi jika ada di antara kawan-kawan sekolah guru ini yang berani memanggilnya Ito’ ketika berpapasan. Apa yang akan terjadi ? Ente jawab sendiri.
Jadi begitulah. Memang ada juga yang berani, tapi hal itu cuma bisa mereka lakukan dari jarak jauh sambil sembunyi muka. Atau menyebutnya secara bisik-bisik seperti yang terjadi sore itu.
“Awas, Ito’ badatang !”, begitu bisik Ponga’ setengah telanjang ketika melihatnya melangkah menuju asrama putra yang tidak jauh dari ruang makan, sebuah ruang serba fungsi karena secara rutin dijadikan tempat belajar seluruh penghuni asrama baik putra maupun putri sebelum menuju pulau kapuk untuk istirahat tidur malam.
Seorang lelaki yang bukan murid Sekolah Pendidikan Guru Kristen Kuranga, ikut lari pontang-panting ketika melihat Antje, Ulik dan Icat tiba-tiba melompat dari katil bersembunyi di kebun yang ada di belakang asrama sekalipun cuma berlingkar handuk. Suasana yang tadinya riuh karena ada yang bermain gitar, catur, bermain kartu, tiba-tiba saja berubah.
Tampak penghuni asrama bilik satu, dua dan tiga ini menyibukkan diri masing-masing. Ada yang pura-pura memegang sapu, melipat pakaian, bersih-bersih tempat tidur, membaca-baca buku, pegang ember, dan ada pula beberapa di antaranya satu persatu keluar melangkah menuju dapur untuk korve membantu persiapan makan malam.
Memang Ito’ paling tidak suka melihat seseorang yang cuma berdiam diri, seperti tidur-tiduran, atau melakukan kegiatan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya, apalagi yang namanya bermain kartu. Jadi untuk menyiasati suasana supaya tidak terkesan membuang-buang-buang waktu percuma, ya berpura-pura seperti itu.
Ternyata kedatangan Ito’ di asrama putra bukan karena akan menangkap basah beberapa kawan yang baru saja selesai pesta kecil-kecilan menghabiskan satu botol cap. Tapi dalam rangka melakukan inspeksi di bak penampungan air yang digunakan untuk mandi dan cuci pakaian.
Ada mata kran yang tidak lagi berfungsi dengan baik sehingga banyak sekali air yang cuma terbuang begitu saja. Dan untuk mengantisipasinya, Ito’ bersama Yuk membuka mata kran yang sudah rusak itu, lalu menyumbatnya dengan kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat pula mencabutnya dari mulut ledeng pada saat akan menggunakan air yang tertampung. Melihat Ito’ sudah menuju asrama putri, maka terdengar lagi suara dari belakang asrama ”Wei... Ito’ so turung !” @Arie Tulus
0 Komentar