Arie Tulus : Cintaku Berbunga Di Kampus Berbukit (2)

Arie Tulus "Cintaku 2" Digital Arts 2020
 
 2
Kalau saja orang tua ku tidak pernah menasehatiku, atau sekalipun telah berulang-ulang kali segala wejangan klasik sampai modern itu ditebarkan, aku sendiri cuma menganggapnya sebagai angin yang bertiup dari laut kemudian masuk diterowongan kiri keluar di terowongan kosong kanan, maka  jelas sekali aku tidak lagi berstatus sebagai mahasiswa sah yang terdaftar dalam buku registrasi jurusan, fakultas bahkan di universitas yang ada di kampus berbukit ini, karena kemungkinan besar aku terdampar di jalan-jalan yang justru membawa dan memenjarakan diriku pada ikatan-ikatan percuma.

Tapi begitulah aku, bukan ingin memuji diri sendiri, karena sampai sekarang inipun aku tak pernah berniat membuang segala kata-kata hikmat bagai permata mulia yang datang dari orang tuaku sendiri. Jangankan orang tua sendiri, nasihat dari orang lainpun yang tidak ada kaitannya dengan asal-usul persaudaraan, kalau itu semua mengandung arti dan makna yang bisa membawa diriku pada nilai-nilai kehidupan yang bisa membanggakan orang tua, Negara dan Bangsa terlebih masa depanku, aku tak mesti pakai kalkulator untuk menghitungnya lagi berdasarkan rumus-rumus seperti yang ada di dalam penelitian kwantitatif untuk mencari kejelasan apakah ada korelasi antara variable x terhadap Y ? Sudah tentu tak perlu seperti itu . Kecuali nantinya aku akan mengadakan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Pacaran  terhadap keberhasilan dalam kontrak mata kuliah dari semester pertama sampai akhir bagi mahasiswa-mahasiswa di kampus berbukit” ? Ha, ini komang so musti pake rumus-rumus. 

Ini baru ancang-ancang, nanti aku akan berkonsultasi dengan dosen Pembimbing Akademik atau dosen mata kuliah metodologi penelitian, apakah  boleh meneliti dengan judul itu? Atau dengan judul apa dan bagaimana? Hehehehe. Kalau begini ya mesti pakai rumus. Sekarang aku mau nanya ? Jika nasihat atau wejangan positif, apa musti pakai rumus pertimbangan terima tidak, terima tidak, tidak terima, terima? Ayo gimana Bro ?  Yang jelas bagiku, sejauh semua itu ada kebaikan-kebaikan dan ada unsur-unsur kebenaran,  aku mesti, dan harus menerimanya,  menangkapnya, lalu menjadikan semua itu sebagai harta kekayaan yang paling berharga diantara kekayaan-kekayaan yang ada di dunia yang fana ini, dimana kemungkinan besar pula semua itu dapat aku ceritrakan, atau bagikan kepada orang lain, dan kepada keturunanku nanti jika sudah menikah dan punya anak.

Cita-cita dan harapanku ini, jika Tuhan berkenan sesuai doa-doa yang aku panjatkan, begitu selesai kuliah, menyandang gelar sarjana, bekerja sesuai dengan disiplin ilmu yang aku tempuh di perguruan tinggi ini, jadi PNS atau bekerja dan berusaha menciptakan lapangan kerja sendiri kalau belum jadi pegawai negeri sipil. Asalkan jangan sekali-kali jadi koruptor, menipu orang, terlibat narkoba dan pekerjaan sejenisnya yang sebenarnya sudah sangat jelas dapat merugikan, merusak orang lain, Negara dan bangsa. “No kalu so bagini Tole, so pasti akan berurusan dengan hukum sampai di penjara. Nanti sadar kalu so di penjara? Malo do’e. Makanya jangan kang?” Bagitu kita pe mama deng papa ada bilang.

Dan untung saja cintaku, pacarku, atau yang namanya kekasih sayangku, torang dua so sama-sama sepakat menjauhkan diri dari hal-hal itu. Dan sampai sekarang tetap berusaha sedapat mungkin baku-baku tegur, baku-baku tolong di kuliah kong sampe dapa sarjana sama-sama. Karena tape Mama deng Papa bilang le, lebe bagus kata kalu mo tulis tu nama di undangan so ada gelar SARJANA dua-dua.// Bersambung




Posting Komentar

0 Komentar